Wednesday, October 16, 2013

Peter Pan - SongFic EXO K

Hai-hai saya datang lagi...!

Kali ini saya datang bawa cerita amatir lagi, masih sama ceritanya diambil dari lagu. Sesuai dengan judul di atas, ceritanya berawal dari ketergila-gilaan (?) saya akan lagunya EXO - Peter Pan. Bagi para Kpopers dan Exotic pasti udah pada tahu lagu ini. Ceritanya agak gak jelas mungkin juga gak nyambung tapi saya cuma mau berbagi. Dan yang jelas saya mendaulat diri saya sebagai ELF :D *apa hubungannya? Tapi kita kan saling menghormati hehe.. So semuanya damai. Dan bagi para readers khususnya Exotic saya minta kritik dan sarannya...

Let's read and enjoy it!

A story that began with a small fairy tail...

# Do Kyungsoo

Aku membuka sebuah buku yang sedikit usang dan menampilkan banyak wajah bahagia disana, beberapa juga menampilkan wajah konyol yang membuatku tertawa kecil. Setelah membalik beberapa lembar tanganku berhenti pada sebuah lembar yang kubatasi dengan pita.


Album kelulusan itu mengingatkanku kembali pada seseorang yang tengah membaca buku  pada foto itu, aku mengambilnya secara diam-diam waktu itu. Mimik serius yang ia tunjukkan tidak mengurangi sedikitpun kecantikan yang ada diwajahnya. Bagiku ia bahkan lebih cantik dari Wendy ataupun Cinderella. Hanya dia yang bisa membuat hatiku berdebar.

Kubalik lagi lembaran itu dan menampilkan fotoku bersamanya, dia tersenyum bahagia sambil memeluk tanganku erat. Ah...aku merindukannya.

“Kyungsoo-a, kau sudah melihat pengumuman?” dia berteriak kearahku, berbeda denganku wajahnya terlihat sangat bahagia. Aku mengangguk pelan berusaha tersenyum.

“Kita lulus Kyungsoo-a..” dia memekik girang sambil menggenggam tanganku. Aku memandang lekat wajahnya, aku akan merindukannya. Dia berhenti tertawa dan tersenyum lembut padaku.

“Kenapa kau diam saja? Apa kau tidak bahagia? Kau benar-benar aneh, apa kau ada masalah?” ia bertanya dengan beruntun membuatku tidak bisa berkata-kata. Lidahku terlalu kelu untuk menjawab semua pertanyaannya. Aku menggeleng dan ganti menggenggam tangannya.

“Yoo Eun-a, aku bahagia tapi..” aku menggantungkan kalimatku membuat dahinya berkerut.

“Yoo Eun-a, aku akan melanjutkan kuliahku di Amerika..” dia sepenuhnya diam, kurasakan tangannya melemas, aku hanya mampu mengelusnya lembut. Dan sepersekian detik berikutnya air mata telah menetes dipipi putihnya.

“Jangan menangis!” aku mengusap pipi penuhnya yang seperti Tinkerbell, ya menurutku pipinya memang chubby seperti Tinkerbell.

“Aku tidak akan meninggalkanmu” aku menatap matanya dalam dan itu cukup untuk membuat dada ini berdebar tak karuan. Dia hanya diam. 

“Aku akan terus berpegang padamu..” tapi dia malah melepaskan tanganku dan pergi menjauh.

Maafkan aku Park Yoo Eun...

Aku menutup buku tebal ditanganku ini dan memasukkannya kedalam tasku. Sebentar lagi pesawatku akan mendarat. Kuharap dia tidak melupakan hari ini. Seminggu yang lalu aku telah mengiriminya sebuah surel.

Aku sudah sangat merindukannya. Merindukan caranya menatapku, caranya berbicara padaku yang selalu membuatku tidak mengalihkan perhatian sedikitpun, merindukan senyumannya untukku. Aku merindukan caranya membuat hatiku berdebar lebih cepat dari biasanya. Aku merindukan semua tentangnya.

Apakah kau masih mengingatku?

Sudah kubulatkan dalam hati bahwa apapun yang terjadi, aku akan menemuinya walaupun untuk keadaan terburuk bahwa ia telah menjadi milik orang lain. Aku akan tetap menemuinya.

Akhirnya aku kembali lagi kesini. Ke tempat dimana kami pertama kali bertemu, dia sangat dingin saat pertama bertemu denganku sangat kontras denganku yang merasakan jatuh cinta untuk pertama kalinya. Ditempat inilah aku menyatakan perasaanku yang sempat ditertawakannya karena menganggap aku hanya bercanda. Tapi ditempat ini pula aku menunggunya sebelum aku berangkat, yang justru tak kunjung datang. Dan mulai saat itu aku mengerti bahwa ia benar-benar tidak ingin bertemu denganku lagi. Hubungan kami telah berakhir.

Aku berjalan menelusuri jalanan kecil menuju ayunan tempat kami dulu menghabiskan waktu bersama. Ditempat, dimana dulu kami saling memandang dan tersenyum. Dan seketika tubuhku menegang saat melihat tempat itu, hatiku kembali berdebar. Ternyata aku masih sangat mencintainya, mataku terasa panas saat ini.

“Kyungsoo-a..”

Kita selalu bersama, cerita kita tidak akan pernah berakhir. Aku akan terus berpegang padamu...

# Byun Baekhyun

Tubuhku bergetar melihat pemandangan didepanku. Seketika memori tentangnya berkelebat seperti roll film yang diputar kembali. Dan ini sungguh menyedihkan, karena aku tidak bisa kembali ke masa lalu dan merebutnya ketika dia telah bersama orang lain.

Masih lekat dalam ingatanku, dan seakan deja vu, kejadian itu terulang kembali. 

“Hya..!! Cepat berikan uangmu gadis jelek!!” teriak pemuda tinggi itu pada seorang gadis SMP, membuatnya gemetar ketakutan. Tangannya memegang kuat tas yang ia bawa, menolak untuk memberikan uangnya barang sesen pun pada pemuda-pemuda dihadapannya.

“Berikan padaku!!” teriak pemuda lainnya sambil menarik-narik tas merah kotak-kotak itu.

“Ti..tidak mau!” gadis itu memberontak.

“Berikan!!” seorang lainnya menarik rambut panjang gadis itu dari belakang, membuat gadis berwajah manis itu meringis kesakitan.

“Kumohon..lepaskan aku!” gadis itu masih berusaha mempertahankan tasnya, jika saja ia tidak sedang sangat membutuhkan uang itu, sudah dari tadi ia memberikan semua uang yang dimilikinya dan berlari menjauh dari para berandal itu.

“Lepaskan dia!!” suara berat seorang pemuda menghentikan aksi pada pengganggu tadi. Gadis itu berusaha melihat orang yang memberinya waktu untuk sekedar bernafas lega dari ekor matanya. Rambutnya yang tertarik kebelakang tadi membuatnya sulit untuk melihat selain memandang langit.

“Ho..ho..apakah dia pangeranmu?” tanya pemuda yang menjambak gadis tadi.

“Jangan mencoba untuk ikut campur!!” teriak pemuda yang tadi berusaha untuk menarik tas.

“Lepaskan dia!” ulang pemuda yang baru datang tadi. Membuat sang pemuda tinggi menggeram kesal, dia lalu mengendikkan bahunya diikuti gerakan kepalanya.

“Habisi dia..” desisnya lalu menarik lengan gadis tadi.

Namun kesalahan besar rupanya bagi para pengganggu tadi, Byun Baekhyun pemuda heroic tadi menyeringai senang. Ia takkan kecewa dengan sabuk hitam yang telah dikantonginya. Dalam waktu singkat kedua pengganggu tadi telah meringkuk ditanah menahan sakit. Sang ketua geng tadi menggeram kesal melihat ketidakbecusan anak buahnya dalam menghadapi pemuda pendek yang lebih terlihat seperti anak kecil itu, ia menghempaskan tubuh gadis itu lalu berjalan ke arah Baekhyun. Sayang nasibnya sama seperti kedua anak buahnya, mereka lari terbirit-birit sambil memapah pemuda tinggi tadi yang telah kalah telak.

“Kau tidak apa-apa?” Baekhyun menghampiri gadis tadi.

“Aku tidak apa-apa, terima kasih” Baekhyun membantu gadis itu untuk berdiri.

“Kenapa kau tidak memberikan saja apa yang mereka minta?” tanya Baekhyun sambil membersihkan debu yang menempel di bahu gadis itu.

“Tidak bisa, aku sangat membutuhkan uang ini. jika saja aku sedang tidak membutuhkannya aku akan memberikannya walaupun dengan terpaksa dan lari menjauh dari mereka”gadis itu menatap Baekhyun setelah selesai membersihkan roknya. Mata mereka bertemu, membuat jantung lelaki itu sedikit berdebar melihat  mata bulat gadis itu. Sangat cantik. Ia mengusap tengkuknya merasa canggung dan salah tingkah dengan apa yang baru saja dirasakannya.

“Memangnya kau sedang membutuhkannya untuk apa?” entah hanya perasaan Baekhyun saja atau memang benar, ia melihat pipi gadis itu merona. Tangannya yang lebar bergerak mendekati pipi chubby itu.

“Eh..” gadis itu terkejut.

“Pipimu kotor..” Baekhyun membersihkan debu di pipi putih gadis kecil itu.

“Ayo, aku akan mengantarmu pulang!” Baekhyun menarik pergelangan kecil tangan gadis itu, begitu pas dalam genggamannya.

“Dimana rumahmu?” 

Mereka berjalan tanpa saling berbicara, hanya rasa canggung yang menyelimuti keduanya. Gadis kecil itu sesekali melirik kearah Baekhyun yang menjulang tinggi disampingnya mengenakan seragam SMA yang sedikit berantakan. Melihat wajah Baekhyun ia terkikik kecil, wajah pemuda itu lebih mirip seperti anak SMP.

“Disinikah rumahmu?” Baekhyun menghentikan langkahya menoleh kearah gadis tadi. Gadis itu hanya mengangguk.

“Masukklah!” Baekhyun baru saja melepaskan genggaman tangannya ketika dia kembali menarik tangan itu membuat gadis di depannya mengernyit bingung.

“Siapa namamu?” 

“Baek Ahra ..” gadis itu menjawab polos. Baekhyun tersenyum mengacak puncak kepala gadis itu.

“Aku Byun Baekhyun”

“Ahra-a, hati-hati..” pemuda itu mengecup pipi kiri Ahra, membuat mata bulat itu semakin membulat. Pemuda itu berbalik sambil melambaikan tangannya meninggalkan gadis itu dalam kebisuannya.

Aku masih mematung ditempatku melihatnya ada didepan sana. Dia masih tetap sama, mata bulat itu aku merindukannya. Akhirnya aku bertemu dengannya lagi. 

“Lepaskan dia!!” Dan ini benar-benar seperti deja vu. Aku bisa melihat mata bulat itu terkejut melihatku.

“Kau tidak apa-apa?” penampilannya masih sama, selalu terlihat manis. Dia tersenyum.

“Terima kasih..”

Kuharap kali ini aku bisa memilikimu. Tolong jangan tinggalkan aku. Aku bagian dari masa lalumu ada disini. Meskipun sekarang kau masih menjadi milik orang lain, cerita kita tidak akan pernah berakhir. Karena kita akan bertemu lagi...

# Kim Joon Myun
Ruang drama ini pernah menjadi saksi bisu kesuksesan pentas dramaku. Kupendarkan pandanganku keseluruh ruangan ini, dipanggung itu aku memiliki sejarah yang manis. Aku Kim Joon Myun pernah menjadi bintang drama, kecintaanku pada drama bukannya tanpa sebab. Dan tanpa kusadari sebelumnya kecintaanku itu telah membawaku menuju cinta sejatiku.

“Peter Pan, kau yang akan menjadi Peter Pan..” teriak gadis itu sambil menunjuk kearahku, aku sedang duduk diatas panggung. Terang saja aku menunjukkan ekspresi kaget mendengar penuturan gadis itu.

“Aku?” walaupun terlihat sangat kaget tapi aku sungguh berharap bahwa aku benar-benar tidak salah dengar. Ini akan menjadi batu loncatan bagiku untuk menunjukkan kemampuan aktingku.

“Ya, memangnya siapa lagi disini yang memiliki wajah bocah sepertimu” beberapa orang tertawa kecil mendengar punuturan sang ketua tim. Dan aku tadi hanya bisa diam sambil memendam kesal didalam hati.

“Jangan pernah mencoba melawannya..” bisik seseorang yang berada tepat disampingku,Kang Min Hyuk. Aku hanya menyeringai kecil, aku tidak peduli, yang terpenting adalah aku mendapat peran utama.

Hari-hari terus berganti seiring dengan bergantinya dialog-dialog fantasi yang telah ditampilkan para pemain drama di sekolahku selama latihan. Selama itu pula aku mendapat pujian sekaligus bentakan dari gadis yang menunjukku sebagai tokoh utama. Dan selama itu juga aku memendam rasa kesal dalam hati mengingat jika bukan karena gadis itu aku tidak akan berdiri disini sekarang.

Mereka sedang menuggu Eun Gee –pemeran Wendy kami– , tapi aku lebih memilih membaca kembali skripku untuk mendalami karakter Peter Pan, si anak laki-laki yang menjadi bocah seumur hidupnya.

“Ah..apa yang harus kita lakukan sekarang?” terdengar pekikan putus asa dari seorang gadis, siapa lagi kalau bukan gadis pemarah itu.

“Ada apa?”

“Eun Gee, dia tidak bisa melanjutkan drama ini. Kemarin ia baru saja kecelakaan dan harus dirawat karena kakinya patah” sebuah suara menyeruak masuk ketelingaku yang kuyakini, Kang Min Hyuk.

“Kau bisa menggantikannya, bukankah kau sangat mendalami karakter Wendy?” aku memberi usul yang disambut dengan delikan sang gadis sutradara. Ayolah apa aku salah bicara? Bukan karena ia sutradara namun kulihat ia memang cocok untuk memerankan Wendy, wajahnya manis dan polos sangat pas untuk karakter Wendy.

“Ya, bahkan Eun Gee biasa meminta penjelasan padamu..” yang lain membenarkan.

“Waktu kita tidak banyak lagi, jadi lebih baik kau yang menggantikannya” dia memandangku ragu, baru kali ini aku melihat keraguan dimata coklat itu. Aku hanya mengangguk untuk meyakinkannya dan ia akhirnya membalas untuk mengangguk.

“Cha~..ayo latihan!” teriak seseorang menyemangati.

Semua kembali seperti semula, dia masih sama sering memarahiku dan juga memujiku. Dan aku terkadang dibuat terkagum-kagum dengan aktingnya, dia bukan hanya sutradara yang pandi berbicara. Dia adalah seorang calon sutradara besar.

Ada suatu adegan dimana Peter Pan harus menyelamatkan Wendy –yang jatuh–, dan disitu mereka harus saling menatap. Sungguh aku tidak bisa membayangkan bagaimana aku harus menatap mata itu, terlebih harus berpelukan. Sangat menakutkan mengingat dia gadis yang galak. 

Mata kami saling bertemu dan sesaat aku menyadari aku mulai jatuh untuknya, dengan mata bersinarku. Aku telah jatuh pada mata sayu itu. Dengan jarak sedekat ini apa ia bisa mendengar debaran kencang jantungku? 

“Kau benar-benar hebat Eun Soo-a, aku tidak menyangka lulusan SMA ini bisa menjadi sutradara terkenal sepertimu” suara berat seorang pria menyadarkanku dari ingatan masa lalu. Bukan suara itu yang menyadarkanku melainkan nama yang disebutnya. Yun Eun Soo.

Gadis itu melihat kearahku, bibirnya membentuk senyuman. Ternyata gadis galak itu dapat terlihat sangat cantik jika tersenyum. Bukannya aku tidak tahu, tapi selama bersamaku ia lebih cenderung memperlihatkan kemarahannya padaku -terlebih saat ia sedang kesal terhadap acting payah dari para pemainnya- daripada memperlihatkan senyumannya, selebihnya ia selalu berwajah datar tanpa ekspresi. Bagaimana bisa ia menjadi sutradara yang handal? Ia bahkan sangat tidak ekspresif.

Tapi itulah gadisku, yang selalu menuntut orang lain untuk jauh lebih berekspresif daripada dirinya. Dia adalah seorang figur penonton dalam filmnya. Ia selalu menempatkan dirinya sebagai penonton yang jenuh dengan segala aktifitas mereka yang akan merasa terhibur dengan melihat karya yang dibuatnya dan melupakan sejenak kesibukan yang melelahkan.

“Kim Joonmyun, benarkah kau Kim Joonmyun?”

“Si Peter Pan itu?” aku tersenyum mengangguk. Ternyata pria ini adalah wakil kepala sekolah kami yang baru.

“Wah..jadi kalian berpacaran?” aku menatap Yoo Eun yang tampak malu, oh..kau bisa malu juga rupanya?

“Baiklah kalau begitu, aku tidak akan mengganggu kalian” pria tadi pergi meninggalkan kami sambil tersenyum geli.

“Kau mengakuiku sebagai pacarmu?” aku bertanya padanya saat pria tadi benar-benar sudah menghilang. Gadis itu diam saja sambil menatapku.

“Aku tidak mengatakannya” aku tahu dia malu untuk mengakuinya jadi aku hanya memandangnya, sedikit penuh selidik. Dia terlihat gusar,

“Aku hanya mengatakan bahwa aku membawa seorang teman untuk membantu"

“Eoh..temanmu?” aku sengaja bertanya dengan nada menggoda, membuat gadis itu semakin terlihat gusar. Aku tahu cara ini selalu berhasil untuk menggodanya.

“Bahkan kisah kita masih banyak diingat orang, Peter Pan dan Wendy. Kau masih tidak mau mengakuinya Yun Eun Soo?” dia terlihat malu, pipinya merona merah. Kisah kami yang memerankan Wendy dan Peter Pan memang masih diingat hingga sekarang, sebuah pementasan tersukses disekolah kami.  Berapa banyak kau berubah seiring berputarnya sang waktu? Kurasa tidak banyak, dia masih tetap sama.

Cerita kita takkan pernah berakhir, sejak aku mulai jatuh untukmu. Aku akan selalu menatapmu dengan mata bersinarku...

# Park Chanyeol
Suara riuh teriakan dan tepuk tangan telah terdengar diluar sana, dan itu semakin membuatku gugup. Bandku akan menjadi band penutup dalam pertunjukan dramai tahun ini, setelah selama dua tahun aku menantikan saat-saat seperti ini. Saat-saat dimana bandku bisa diakui kemampuannya. Tampil sebagai bintang penutup merupakan dambaan setiap musisi, karena itulah saat dimana penampilan kami paling ditunggu. Dan kini aku takut mengecewakan mereka, bagaimana jika penampilan kami tidak memuaskan mereka semua?

“Chanyeol-a..” seseorang menepuk bahuku dari belakang.

“Kau tenang saja, kita pasti bisa melakukannya” aku hanya mengangguk menanggapi rekanku.

“Jika kau terlalu gugup, pandanglah dia. Persembahkan ini untuknya..” aku tertegun mendengar ucapannya.

Dia. Apakah dia akan datang?

Jreng~ jreng ~ ~

Aku mendengar suara petikan gitar yang tak beraturan. Kutolehkan kepalaku mencari sumber suara yang cukup membuat telinga sakit itu berasal. Dia benar-benar tidak tahu cara memainkan gitar dengan benar.

Aku telah mengedarkan pandanganku kesekeliling lapangan basket ini, tapi aku tidak menemukannya. Aku lalu melingkarkan handuk kecil yang sedari tadi kupegang keleherku lalu beranjak dari lapangan.

“Kau mau kemana?” Jonghyun bertanya padaku dan hanya kujawab dengan lambaian tangan.

Jreng jreng~ jreng ~ ~

Suara itu semakin terdengar saat aku keluar dari lapangan, dan itu berasal dari belakang pohon oak besar penunggu sekolah ini.

“Kau benar-benar tidak bisa bermain gitar” aku mendekati orang itu. Ia terlonjak kaget dari tempat duduknya, aku tahu aku mengagetkannya. Ia menghembuskan nafas kesal sambil mendelik kearahku.

“Maaf..” 

“Mau kuajari? Aku cukup mahir bermain gitar” tawarku padanya tanpa bermaksud pamer sedikitpun. Aku mendekatinya dan duduk disampingnya.

“Hm..tentu, jika kau tidak memasang tarif khusus” aku langsung tergelak mendengar ucapannya, gadis ini cukup lucu.

“Tentu saja tidak” aku mengambil gitar yang berada dipangkuannya dan mulai memetik gitar itu membuat sebuah nada.

Sejak saat itu setiap hari aku selalu mengajari gadis itu, dia selalu menungguku dibawah pohon oak besar tempat pertama kali kami bertemu. Aku sudah bersekolah disini selama dua tahun dan aku baru benar-benar melihatnya sekarang, sungguh memalukan. Dan kini aku menyesali kebodohanku yang baru mengenal gadis ini sekarang.

Aku mulai menyukai gadis ini.Bagaimana tidak, gadis ini selalu membuatku berdebar kala ada didekatnya. Mata coklatnya selalu membuatku merasa teduh saat melihatnya, dari luar ia terlihat dingin tapi saat kau berada didekatnya kau akan selalu merasa hangat. Dibalik kata-katanya yang spontan itu dia selalu bisa membuatku tertawa tanpa harus repot-repot membuat lelucon, dia mempunyai hormon alami.

“Chanyeol-ssi”

“Hm..” aku sedang memetik gitarku asal.

“Sepertinya hari ini adalah hari terakhir kita bisa berlatih bersama” aku menghentikan permainan gitarku, menatapnya.

“Kenapa?”

“ ” tidak ada jawaban dari gadis itu, dia hanya diam menatapku. Aku bisa melihat matanya mulai membentuk lapisan bening tipis.

“Ada apa?” meskipun rasa canggung selalu menyapa, aku benar-benar tidak rela jika kebersamaan ini diakhiri, hanya dengan cara ini aku bisa bersamanya.

“Aku akan berangkat ke Belanda untuk mengikuti pertukaran pelajar” dia menundukkan kepalanya. Aku terdiam dalam bisu.

“Maafkan aku baru memberitahumu sekarang” dia menatapku sambil tersenyum, terdapat bekas basah dipipinya.

“Terima kasih sudah mengajariku selama ini...” dia tersenyum untuk terakhir kalinya dan beranjak dari tempatnya meninggalkanku bersama perasaan yang telah disemainya selama ini.

“Chanyeol-a, ayo! Sudah saatnya kita tampil..” aku mengambil gitarku dan berjalan mengikuti Kang Min Hyuk, teman tinggiku sang algojo drum itu.

Begitu ramai diluar sini, membuatku sedikit terhibur karena penampilan kami sangat disukai, lagu Peter Pan yang kami bawakan sebagai penutup pertunjukan drama yang juga mempunyai judul yang sama. Membuatku semakin merindukan dirinya. 

Aku sangat ingin menemuinya, mungkin bukan di Neverland tapi Netherland. Hatiku kembali berdebar, di tempat ini kami kembali saling memandang dan seulas senyum muncul dibibirku membalas senyuman yang selama setahun ini tak pernah kulihat. Aku berjalan kearah Baekhyun meminjam sebentar standmic kesayangannya.

I miss you, my baby boo...” pipinya merona merah.

Cerita kita tidak akan pernah berakhir. Aku akan selalu bersamamu dan mencintaimu, meski rasa canggung selalu menyapaku. 

# Kim Jongin
Menunggu, sesuatu yang sangat menjenuhkan bagiku. Selalu seperti ini ketika ia sudah tenggelam dalam dunianya, dunia dimana sayur mayur akan menjadi sebuah pasukan elit dari kerajaan Veges yang berusaha melindungi tanahnya dari para raksasa Caterpillar. Sungguh menakjubkan kekuatan dari sebuah imajinasi.

Aku mengambil handphone dan headset yang tergeletak dimejanya. Dengan iseng aku melihat buku-buku koleksinya yang tertata rapi dirak bukunya. Ada satu buku menarik disana, dilihat dari luar saja ia terlihat sangat istimewa. Warnanya memang terlihat usang tapi justru menambah kesan apik disana, buku itu tidak dijilid melainkan dijahit dengan sebuah benang yang cukup besar yang lebih mirip seperti tali. Seperti buku dongeng sungguhan. Yeah...ini memang buku dongeng.

Alkisah disebuah planet bernama EXO, termenunglah seorang pangeran tampan disebuah ruangan besar, bisa disebut sebagai aula kerajaan. Dalam diam pangeran itu ditemani seorang gadis manis, teman masa kecilnya sekaligus penasehatnya.

“Yang Mulia, kenapa Anda hanya diam dari tadi?” gadis itu penasaran dengan apa yang sedang dipikirkan Pangerannya.

“Apakah Yang Mulia sedang memikirkan gerakan baru untuk melawan Pangeran Lee Hyuk Jae?” gadis itu tersenyum kecil sedangkan Pangerannya mendelik kesal.

“Si monyet itu? Tentu saja tidak” bantah sang Pangeran tegas.

“Anda tidak boleh seperti itu Pangeran, biarpun begitu Pangeran Lee Hyuk Jae lebih tua dari Anda”

“Sebenarnya siapa yang kau pilih? Aku atau si Lee Hyuk Jae?” Pangeran itu menatap penasehatnya, gadis itu tidak peka sama sekali menurutnya.

“Eh..tentu saja, Anda..” pipi gadis itu bersemu merah menjawab pertanyaan Pangerannya. Entah apa yang membuatnya malu seperti itu.

“Bagus, kau harus tetap memilihku. Ini perintah..” sang gadis hanya mengangguk dalam, Pangeran itu menyeringai senang.

“Kalau begitu aku akan memberimu hadiah. Aku akan menari untukmu..” Pangeran itu beranjak dari tempat duduknya.

Gadis itu berdecak kagum melihat kelihaian Pangerannya dalam menari, pemuda itu selalu terlihat menawan saat melakukan hobinya itu. Walaupun dia masih butuh banyak belajar untuk bisa mengalahkan rivalnya –Lee Hyuk Jae– yang sangat ia benci. Bukan benci namun terlebih pada rasa iri. Ia tersenyum pada gadis didepannya, membungkuk hormat saat ia menyelesaikan tariannya.

“Kau suka?”

“Ya, Yang Mulia”

“Bagaimana denganku?”

“Apa kau suka denganku?” lanjut pemuda itu yang telah duduk disamping gadis berambut hitam itu. Ia sedikit menaikkan sebelah alisnya dengan kepala miring, mengharap jawaban.

“Aku?”

“Hm..tentu saja, Lee Hye Jung..” walaupun terlihat tenang dihadapan gadis itu, diam-diam dia sangat gugup.

“Apa..kau mencintaiku?” dia menatap mata gadis itu dalam.

“Hya..Kim Jongin! Apa yang kau lakukan dengan buku-bukuku?” aku terlonjak kaget mendengar teriakan dari gadis pendongeng itu. Dia langsung menarik cepat buku tebal tadi. Buku yang berisi tentang kisah kami, dia menuliskan setiap detail cerita cinta kami dan menggubahnya dalam sebuah dongeng manis.

“Aku? Tentu saja membacanya. Sketsa yang bagus,” aku menyeringai kecil, gadis itu tampak gugup.
Tertangkap sudah kau, Lee Hye Jung..

“Siapa yang membuatkannya? Sangat mirip denganku. Terima kasih..” pipinya merona merah.

“Jadi bagaimana akhir dari kisah kita, ‘gadis manis penasehat Pangeran dari Planet EXO’?”

“Aku tidak tahu, aku belum memikirkannya” dia kembali menyimpan kembali bukunya dirak dan dengan cueknya dia kembali ke meja kecilnya, melanjutkan petualangannya dalam dunia tanpa undang-undang itu. Aku hanya bisa tersenyum menatapnya, aku semakin mencintainya.

Pretty girl, I love you...

Cerita kita tidak akan pernah berakhir. Kau selalu berada dan tumbuh dalam kisah dongengku. Tanpa dirimu hatiku hanyalah pulau tak berpenghuni, kaulah nyawa dalam dongengku.

# Oh Sehun
Hari ini masih sama seperti hari-hari biasanya, membosankan. Apalagi ditambah tugas mengarang ini. Aku lebih memilih guru yang tak kalah membosankan itu hadir dan mengajar di depan kelas daripada harus menerima tugas ini. Apakah di dunia ini tidak ada hal yang lebih penting dari sekedar membuat berlembar-lembar karangan penuh huruf ini? Aku yakin para orang berdasi hitam diatas sana selalu mendapat nilai A+ pada pelajaran mengarangnya dulu, pintar sekali membohongi rakyatnya.

Kulirik Kai yang sedang semangat menulis disampingku, tidak seperti biasanya anak itu mengerjakan tugas mengarang ini. Ah..tentu saja, pacarnya saja seorang pendongeng ulung. Dia sungguh beruntung mendapat gadis mandiri seperti itu, tulisannya akan keluar seminggu sekali di majalah anak-anak TK itu.

“Kau mau kemana?” Kai menoleh kearahku.

“Perpustakaan”

“Aish...susah sekali. Aku bisa gila memikirkan karangan ini..” Oh Sehun mengacak rambutnya frustasi, ia sangat benci jika disuruh mengarang, beberapa orang diruangan itu melihatnya dengan tatapan aneh. Ah..benar saja, dia telah mengganggu konsentrasi mereka. Pemuda tanpa ekspresi itu hanya menatap mereka dengan tatapan datar seperti biasa –mengapa melihatku seperti itu?– dan mereka segera kembali menghadap buku-buku tebal mereka.

“Bolehkah aku duduk disini?” seseorang membuatnya menoleh

“Disini terlihat lebih tenang daripada meja lainnya” dia benar,di meja ini hanya ada pemuda itu saja. Pemuda itu mengangguk pada gadis didepannya.

“Tentu saja..” gadis bermata sipit itu lalu duduk dihadapan pemuda –yang juga memiliki mata tak kalah sipitnya–  menekuni bukunya yang lagi-lagi terlihat tebal dan pemuda itu kembali hanya menatapi kertas putih dihadapannya.

“Kau baik-baik saja..” pemuda tinggi itu mendongakkan kepalanya mendapati gadis itu sedang menatapnya lalu mengikuti arah pandangan pemuda itu menuju kertas. Ia tertawa kecil.

“Kau hanya perlu menuliskan apa yang kau rasakan, apapun itu..” dia tersenyum lembut pada pemuda itu, membuat organ didalam tubuh pemuda itu berdetak lebih cepat dari biasanya. Pemuda itu menatap gadis didepannya, ia tidak pernah seperti ini sebelumnya.

“Apa yang sedang kau pikirkan?”

“Entahlah..” jawab pemuda itu terlihat tidak peduli, karena saat ini yang ia pikirkan adalah apa yang sedang ia rasakan.

“Aku hanya ingin membantumu..” gadis itu lalu menyandarkan kembali punggungnya dikursi yang didudukinya sambil mengangkat buku yang sedikit tebal itu setelah mendengar jawaban dingin pemuda dihadapannya. Ia merasa sedikit kesal, ia hanya ingin membantu.

“Entahlah, aku benar-benar tidak tahu apa yang sedang kupikirkan..” gadis itu kembali menurunkan bukunya dan menatap pemuda yang terlihat putus asa itu, senyum lembut kembali ia berikan.

“Bukankah itu menulis bebas?” pemuda itu mengangguk kaku.

“Bagaimana jika kau mendiskripsikan ruangan ini..” gadis itu memandang kesekeliling.

“Kau bisa menulis tentang ruangan ini atau sedikit mengubahnya menjadi prosa dan menambahkan tokoh didalamnya..” gadis itu menjelaskan sambil berbisik-bisik kecil, sungguh lucu. Pemuda itu tertawa kecil.

“Kenapa kau tertawa?” pemuda itu hanya menggeleng dan menunjuk sebuah papan disudut ruangan –Harap tenang!– yang berukuran cukup besar.

“Terima kasih..” pemuda itu tersenyum kaku karena mendapati dada kirinya kembali bergejolak saat gadis itu tersenyum lembut padanya. 

Pemuda itu mulai menulis, sesekali ia melirik gadis didepannya yang sedang menekuni buku tebalnya. Cantik, hanya itu yang ada dibenak pemuda itu. Ia mencoba melirik nametag gadis didepannya. 

“Huh...ada apa denganku?” batinnya

Park Ji Eun...

“Seperti caramu tersenyum lembut pada saat itu, andai kau bisa terbang ke pintu hatiku yang terbuka..” aku seketika mengangkat kepalaku menoleh kesamping, Kai tengah membaca hasil karanganku.

“Kutulis semua tentangmu dalam memoriku, yang takkan pernah terhapus, sayangku..” Kai semakin meninggikan volume suaranya sambil tertawa saat aku mendelik ke arahnya. Seluruh orang dikelas ini sudah melihat kearah kami dengan tatapan penasaran, beberapa malah terkikik kecil. Pemuda ini telah menghancurkan reputasiku. Aku merebut kertas itu, tapi pemuda hitam itu ternyata lebih gesit dariku. 

“Hya...Kim Jongin! Berikan padaku!” aku menarik kerah bajunya.

“Huu...calm down, Oh Sehunnie..” Kai menatapku dengan tatapan menggoda, apa maksudnya? Aku merebut kertasku dan melepaskannya.

“Kau ternyata berbakat juga..” Kai kembali duduk disampingku dan aku kembali menelungkup di meja.

“Kurasa kau bisa bekerja sama dengan Hye Jung..” aku tak menanggapinya.

“Kau masih memikirkannya?” nada suara pemuda itu memelan.

“Kau sangat mencintainya ternyata, gadis itu sungguh hebat bisa membuat pemuda sepertimu jatuh cinta” pemuda itu menepuk bahuku sebelum pergi. Kuakui, dia memang hebat.

Aku kembali membaca karanganku, memang lucu aku bisa membuat kata-kata seperti ini. Namun kata-kata itu memang meluncur begitu saja saat aku menulis. Entah apa yang menggerakkanku untuk menulis kisah kami, mungkin aku rindu padanya. Kami hanya bertemu sekali dan itu sekaligus perpisahan bagiku, di perpustakaan itu, saksi bisu kami.

“Sehun-a..” aku menolehkan kepalaku ke pintu kelas, kepalanya menyembul kedalam.

“Mereka sudah kembali, anak-anak pertukaran pelajar. Park Ji Eun..”


Cerita kita takkan pernah berakhir walau aku telah sampai pada halaman terakhir tulisan tentangmu. Dan akan kuhapus semua kalimat sedih ini...

Finish

No comments:

Post a Comment